Menurut dr Susanti, Indonesia merupakan negara maritim dengan lintas perdagangan. Sehingga terjadi saling mempengaruhi budaya, antara budaya lokal dengan tradisi yang baru, dan akhirnya muncul budaya baru.
“Budaya Toping-Toping Simalungun sudah ada sejak dahulu. Sekarang, kembali kita tampilkan,” katanya.
Pemko Pematangsiantar, lanjut dr Susanti, siap mendukung pelestarian kebudayaan, khususnya kebudayaan Simalungun, agar tidak tergerus kemajuan zaman.
Sementara itu, Ketua Sanggar Rayantara, Sultan Saragih mengatakan Sanggar Budaya Rayantara memiliki produk kesenian dan sudah melahirkan serta meng-upgrade semua yang bersumber dari tradisi Simalungun yang sudah punah.
“Kita berterima kasih kepada Pemko Pematangsiantar. Sanggar Rayantara selalu tampil dalam agenda-agenda Pemko Pematangsiantar,” tukasnya.
Kurator Sendratari Warna Simalungun Tompson HS mengatakan kegiatan berlangsung selama empat hari. Pelatihan ini, lanjutnya, merupakan salah satu upaya pelestarian kebudayaan Simalungun.
Ke depan, Thompson berharap digelar dialog kebudayaan lebih banyak untuk mendukung pariwisata guna mewujudkan Siantar Destinasi Yes, Transit No.
Dalam kesempatan tersebut, pembina Sanggar Rayantara yang juga Maestro Seni Tradisi Simalungun Raminah Garingging yang telah berusia 90 tahun memberikan Dayok Binatur kepada dr Susanti, Erizal Ginting, dan pejabat Pemko Pematangsiantar.
Saat memberikan Dayok Binatur, Raminah Garingging berpesan agar dr Susanti dapat memimpin Kota Pematangsiantar dengan bijaksana dan tetap melestarikan kebudayaan.
Teranyar, Pemko Pematangsiantar melalui Dinas Pariwisata menggelar Festival Seni Budaya Temu Tengah setiap minggu di depan Kantor Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar. Di pagelaran tersebut, senantiasa ditampilkan berbagai seni budaya Simalungun. (Adver)
Berikan Komentar Anda