Ketua EK-LMND Pematangsiantar, Yuda Cristafari, menyatakan bahwa pembiaran semacam ini bukan hanya persoalan etik. Ini adalah pertaruhan serius terhadap masa depan demokrasi di tingkat lokal.
“Kita tidak sedang bicara tentang insiden sepele. Ini adalah bentuk kekerasan yang dilakukan oleh seorang pejabat publik terhadap rakyat yang menyampaikan aspirasi secara terbuka. Diamnya Badan Kehormatan bukan lagi kelalaian administratif. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap tanggung jawab etik dan moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga legislatif,” ujar Yuda Cristafari.
Yuda Cristafari menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 189 sudah secara tegas memberikan mandat kepada Badan Kehormatan untuk menindak pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota DPRD. Maka ketidakmampuan mereka bertindak bukanlah karena kekosongan hukum, melainkan karena kekosongan keberanian dan integritas.
“Ketika seorang wakil rakyat mengangkat tangan untuk menyakiti warga, dan tidak ada konsekuensi yang menyusul, maka itu adalah pertanda bahwa demokrasi kita sedang digerus dari dalam. Demokrasi akan kehilangan makna jika dijaga oleh mereka yang takut pada kebenaran dan terlalu nyaman dalam kebisuan,” tambahnya.
Menurut EK-LMND, kasus ini tidak bisa dilihat sebagai kejadian tunggal. Ini adalah cermin dari bagaimana kekuasaan bisa bertindak represif tanpa kontrol yang memadai. Jika lembaga pengawas internal seperti Badan Kehormatan tidak mampu menunjukkan sikap, maka ruang partisipasi publik akan terancam dibungkam.
Berikan Komentar Anda