“Segera Juga lakukan kalibrasi alat antroprometri, segera latih kader Posyandu yang belum dilatih tentang pengukuran dan penimbangan, optimalkan peran CSR (Corporate Social Responsibility) dalam mengintervensi balita dan ibu hamil,”pinta Manna Masalwa.
Ia juga meminta untuk manfaatkan dana fiskal semaksimal mungkin dan penguatan sinergitas lintas sector. “TPPS Provinsi akan monitoring dan evaluasi ke kabupaten/kota,”ujarnya.
Sebelumnya Ketua TPPS Provinsi Sumut diwakili Kepala Bapelitbang Prov. Sumut melaporkan tentang kondisi stunting di Sumatera Utara berdasarkan hasil SSGI 2024. Prevalensi Stunting di Sumut 18,9%, dimana kondisi ini menunjukkan penurunan stunting 2,2% dari prevalensi stunting 2023 sebesar 21,1%.
“Dalam mendukung suksesnya kegiatan intervensi sangat diperlukan sumber daya yang kompeten, dimana masih banyak terdapat Kader yang belum terlatih,”ujarnya.
Sementara itu Plt Kepala BKKBN RI DR Sundoyo, melalui daring menyampaikan, walaupun secara presentase Sumatera Utara sudah lebih rendah dari nasional, namun secara absolut tetap sebagai penyumbang besarnya stunting di Indonesia. “Jadi Sumatera Utara sebagai prioritas dalam PPS di Indonesia,”sebutnya.
Sundoyo juga menyebutkan bahwa, stunting adalah multi dimensi sehingga semua pihak harus membangun civil society organization. Kabupaten/Kota dengan fiskal yang tinggi harus mengalokasikan anggaran untuk penanganan gizi, mendeteksi dan mengatasi masalah gizi.
Berikan Komentar Anda