“Jangan lagi dipandang sebelah mata. Ayo berinovasi dan bergerak. Banyak yang bisa dilakukan,” sebut dr Susanti, yang mengatakan di Kota Pematangsiantar Dinas Arsip dan Perpustakaan bergabung. Jika nantinya berkembang, kemungkinan dilakukan evaluasi.
Masih kata dr Susanti, arsip itu bisa berbicara dan bercerita. Contohnya, tahun ini Pemko Pematangsiantar sudah memproduksi film dokumenter Sianțar Hotel Berdarah.
Film tersebut, diangkat dari buku dengan judul yang sama, ditulis H Kusma Erizal Ginting SH di tahun 1982. Penulisan buku tersebut, berdasarkan arsip, termasuk mencari arsip ke London, Inggris.
“Ayah saya pernah mengatakan, kalau mau cari sejarah tentang daerah-daerah di Indonesia, cari ke London dan Belanda. Di dana banyak tersimpan arsip Indonesia,” ujar dr Susanti, seraya menambahkan untuk menulis buku tersebut, Erizal Ginting juga mewawancarai langsung pelaku sejarah.
Film dokumenter Sianțar Hotel Berdarah menceritakan perjuangan rakyat Pematangsiantar untuk mengibarkan bendera merah putih tanggal 15 Oktober 1945 di dekat Sianțar Hotel (sekarang Lapangan Parkir Pariwisata).
“Saat itu, informasi kemerdekaan Indonesia baru diterima rakyat Pematangsiantar tanggal 15 Oktober 1945,” kata dr Susanti.
Saat pengibaran bendera merah putih, terjadi baku tembak antara pejuang dengan tentara Belanda yang saat itu bermarkas di Siantar Hotel. Dua pejuang tewas dalam pertempuran tersebut. Keduanya, Muda Rajagukguk yang meninggal dunia di lokasi baku tembak, dan Ismail Situmorang yang meninggal dunia di jalan menuju Rumah Sakit Daerah (sekarang Rumah Sakit Tentara Pematangsiantar).
Berikan Komentar Anda