Menurut dr Susanti, Stunting merupakan kondisi tinggi badan anak tidak sesuai usia.
Bisa saja sekarang masih lincah dan sehat, namun di kemudian hari bisa kurang cerdas.
“Ini yang ditakutkan, akademis tertinggal dan sering sakit. Dampaknya tidak sekarang, tapi ke depan. Jika tidak diambil tindakan sekarang, kita tidak dapat akan mendapatkan bonus demografi secara positif,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, dr Susanti mengucapkan terima kasih kepada Kader Posyandu yang telah mendapatkan pelatihan beberapa waktu lalu.
“Ikut pelatihan, bertambah tambah ilmu untuk masyarakat. Jika kita bermanfaat bagi orang lain, kita akan tambah bahagia. Karena hidup harus bermanfaat bagi orang lain,” sebutnya.
Untuk mempercepat penurunan angka Stunting, lanjut dr Susanti, harus dilakukan perbaikan seluruh aspek. Seperti kondisi ekonomi orang tua, akses kesehatan, dan juga penerimaan bantuan sosial (bansos).
“Jika semua bersinergi, berkoordinasi, dan bekerja sama, termasuk OPD terkait, kita bisa bersemangat mengentaskan Stunting. Sehingga kehidupan masyarakat akan lebih baik,” jelas dr Susanti.
Ditambahkan dr Susanti, data penerima bansos harus mengikuti fakta di masyarakat. Jika ada yang tidak sesuai, bisa memohon perbaikan data ke Kementerian Sosial (Kemensos). Sehingga datanya benar-benar ril.
Sementara itu, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kota Pematangsianțar drg Irma Suryani MKM dalam laporannya menyampaikan, angka prevalensi di Indonesia cukup tinggi. Jika tidak diatasi, akan memengaruhi kinerja pembangunan Indonesia. Katanya, butuh koordinasi antar sektor, dengan melibatkan pemangku kepentingan, dunia usaha, dan lainnya.
Berikan Komentar Anda